Powered By Blogger

Sabtu, 19 Maret 2011

Tren terbaru di Kalangan Wanita terpelajar Inggris


REPUBLIKA.CO.ID, LONDON–Berita ipar Tony Blair yang mengumumkan konversi keyakinannya menjadi Muslim akhir pekan lalu membuka banyak cerita tentang para mualaf di Inggris. Harian Daily Mail menurunkan topik tak biasa di halam depan mereka: tentang tren baru keyakinan di Inggris. Hasil temuan mereka menyebut, ada tren di kalangan perempuan terpelajar di Inggris — sebagian besar adalah wanita karier — yang memilih Islam sebagai keyakinan baru mereka.

Ipar Tony Blair, Lauren Booth, 43 tahun, mengatakan dia sekarang memakai jilbab yang menutupi kepala setiap kali meninggalkan rumah. Ia juga mengaku melakukan shalat lima kali sehari dan mengunjungi masjid setempat kapanpun dia bisa.

Lauren berprofesi sebagai wartawan dan penyiar televisi. Dia memutuskan untuk menjadi seorang Muslim enam minggu lalu setelah mengunjungi tempat suci Fatima al-Masumeh di kota Qom. “Ini adalah Selasa malam, dan saya duduk dan merasa ini suntikan morfin spiritual, hanya kebahagiaan mutlak dan sukacita,” ujarnya.

Sebelum pergi ke Iran, ia mengaku telah tertarik pada Islam dan telah menghabiskan banyak waktu untuk bekerja sebagai wartawan di Palestina. “Saya selalu terkesan dengan kekuatan dan kenyamanan berada di tengah-tengah Muslimin,” katanya.

Menurut Kevin Brice dari Swansea University, yang memiliki spesialisasi dalam mempelajari konversi keyakinan, menyatakan gelombang para wanita terpelajar Inggris yang beralih keyakinan menjadi Muslim merupakan bagian dari tren menarik.

“Mereka mencari inti spiritualitas, arti yang lebih tinggi, dan cenderung untuk berpikir secara mendalam sebelum memutuskan. Namun dalam konteks ini, saya menyebutnya fsebagai fenomena “mengkonversi kenyamanan”. Mereka akan menganggap agama adalah alat menyenangkan suami Muslim mereka dan keluarganya, tapi tidak akan selalu menghadiri masjid, berdoa, dan berpuasa,” ujarnya.

Benarkah demikian? Kristiane Backer, wanita 43 tahun dan mantan VJ MTV yang menjadi ikon kehidupan Barat liberal yang dirindukan remaja saat mudanya, menggeleng. “Masyarakat permisif yang saya dambakan ketika muda dulu ternyata sangat dangkal, tak memberi ketenteraman batin apapun,” ujarnya.

Titik balik untuk Kristiane muncul ketika dia bertemu mantan pemain kriket Pakistan dan seorang Muslim, Imran Khan pada tahun 1992. Dia membawanya ke Pakistan. Di negara kekasihnya itu, dia segera tersentuh oleh spirtualitas dan kehangatan dari orang-orang Islam di negara itu.

“Meskipun kemudian hubungan asmara saya dengan Imran Khan kandas, semangat saya mempelajari Islam tak turut kandas. Saya mulai mempelajari Islam dan akhirnya menjadi mualaf,” ujarnya.

Menurutnya, Islam adalah agama bervisi. “Di Barat, kami menekankan untuk alasan yang dangkal, seperti apa pakaian untuk dipakai. Dalam Islam, semua orang bergerak ke tujuan yang lebih tinggi. Semuanya dilakukan untuk menyenangkan Tuhan. Itu adalah sistem nilai yang berbeda,” tambahnya.

Untuk sejumlah besar wanita, kontak pertama mereka dengan Islam berasal dari kencan pacar Muslimnya. Lynne Ali, 31, dari Dagenham di Essex, mengakuinya. Di masa lalu, hidupnya hanyalah pesta. “Aku akan pergi keluar dan mabuk dengan teman-teman, memakai pakaian ketat dan mengerling siapapun lelaki yang ingin aku kencani,” ujarnya.

Di sela-sela pekerjaannya sebagai DJ sebuah kelab malam papan atas London, ia menyempatkan ke gereja. Tetapi ketika ia bertemu pacarnya, Zahid, di universitas, sesuatu yang dramatis terjadi.”Dia mulai berbicara kepadaku tentang Islam, dan itu seolah-olah segala sesuatu dalam hidupku dipasang ke tempatnya. Aku pikir, di bawah itu semua, aku pasti mencari sesuatu, dan aku tidak merasa hal itu dipenuhi oleh gaya hidup hura-huraku dengan alkohol dan pergaulan bebas.”

Pada usia 19 tahun, Lynne memutuskan menjadi mualaf. “Sejak hari itu pula, aku memutuskan mengenakan jilbab,” ujarnya. “Ini adalah tahun ke-12 rambut saya selalu tertutup di depan umum. Di rumah, aku akan berpakaian pakaian Barat normal di depan suami saya, tapi tidak untuk keluar rumah.”

Survei YouGov baru-baru ini menyimpulkan bahwa lebih dari setengah masyarakat Inggris percaya Islam adalah pengaruh negatif yang mendorong ekstremisme, penindasan perempuan dan ketidaksetaraan. Namun statistik membuktikan konversi Islam menunjukkan perkembangan yang signifikan. Islam adalah, setelah semua, agama yang berkembang tercepat di dunia. “Bukti menunjukkan bahwa rasio perempuan Barat mengkonversi untuk laki-laki bisa setinggi 2:1,” kata sosiolog Inggris, Kevin Brice.
Selain itu, katanya, umumnya perempuan mualaf ingin menampilkan tanda-tanda dari agama baru mereka – khususnya jilbab – walaupun gadis Muslim yang dibesarkan dalam tradisi Islam justru malah memilih tak berjilbab. “Mungkin sebagai akibat dari tindakan ini, yang cenderung menarik perhatian, Muslim mualaflah yang sering melaporkandiskriminasi terhadap mereka daripada mereka yang menjadi Muslimah sejak lahir,” tambahnya.

Hal itu diakui Backer. “Di Jerman, ada Islamophobia. Saya kehilangan pekerjaan saya ketika saya bertobat. Ada kampanye untuk melawan saya dengan sindiran tentang semua Muslim mendukung teroris – intinya saya difitnah. Sekarang, saya presenter di NBC Eropa,” ujarnya.

Hal itu diamini Lyne. “Aku menyebut diriku seorang Muslim Eropa, yang berbeda dengan mereka yang menjadi Muslim sejak lahir. Sebagai seorang Muslim Eropa, saya mempertanyakan segala sesuatu – saya tidak menerima secara membabi-buta. Dan pada akhirnya harus diakui, Islam adalah agama yang paling logis sec
Islam adalah agama yang paling logis secara logika,” ujarnya.

“Banyak perempuan mualaf di Inggris juga mengkonversi agamanya karena tertarik dengan kehangatan hubungan di antara sesama Muslim. “Beberapa tertarik untuk merasakan kembali nilai-nilai yang telah mengikis di Barat,” kata Haifaa Jawad, dosen senior di Universitas Birmingham, yang telah mempelajari fenomena konversi agama. “Banyak orang, dari semua lapisan masyarakat, meratapi hilangnya tradisi menghargai orang tua dan perempuan, misalnya. Ini adalah nilai-nilai yang termuat dalam Quran, yang umat Islam harus hidup dengannya,” tambahnya Brice.

Nilai-nilai seperti ini pula yang menarik Camilla Leyland, 32, seorang guru yoga yang tinggal di Cornwall, pada Islam. Ia seorang ibu tunggal untuk anak, Inaya, dua tahun. Ia mengaku menjadi Muslim pada pertengahan usia 20-an untuk ‘alasan intelektual dan feminis’.

“Aku tahu orang akan terkejut mendengar kata-kata ‘feminisme’ dan ‘Islam’ dalam napas yang sama, namun pada kenyataanny
namun pada kenyataannya, ajaran Alquran memberikan kesetaraan kepada perempuan, dan pada saat agama itu lahir, ajaran pergi terhadap butir masyarakat misoginis,” tambahnya.

Selama ini, orang salah memandang Islam, katanya. “Islam dituduh menindas wanita, namun yang aku rasakan ketika dewasa, justru aku merasa lebih tertindas oleh masyarakat Barat.”

Tumbuh di Southampton – ayahnya adalah direktur Institut Pendidikan Southampton dan ibunya seorang
ekonom – Camilla pertama kali bersinggungan dengan Islam di sekolah. Ia mengenal Islam saat kuliah dan kemudian mengambil gelar master di bidang Studi Timur Tengah. Ketika tinggal dan bekerja di Suriah, ia menemukan pencerahan spiritual.
Merefleksikan apa yang dia baca di Alquran, ia menyadari bahwa islamlah yang dicarinya selama ini. “Orang-orang akan sulit untuk percaya bahwa seorang wanita yang berpendidikan tinggi dari kelas menengah akan memilih untuk menjadi Muslim,” katanya, menirukan komentar ayahnya saat itu. Namun ia mantap menjadi Muslimah.

Kini, ia yang mengaku tak pernah meninggalkan shalat lima waktu tapi belum berjilbab ini menyatakan dirinya telah “merdeka”. “Saya sangat bersyukur menemukan jalan keluar bagi diri saya sendiri. Saya tidak lagi menjadi budak masyarakat yang rusak.”

Minggu, 21 November 2010

Menangis Mendengar Adzan


Inginnya mencari kelemahan Islam, justru hidayah yang datang.

Aku lahir 61 tahun yang lalu dari pasangan Yoseph dan Ruht Karatem di Ambon, Maluku. Ayahku seorang penganut Katolik yang kemudian menikah dengan wanita Protestan. Karena ayah masuk dalam komunitas ibu, dia ikut menjadi penganut Protestan.

Keluarga besarku sangat dekat dengan rutinitas keagamaan. Setiap minggu, kami mengikuti kebaktian di gereja. Aku selalu menyimak pesan-pesan pendeta, yang satu di antaranya adalah pamanku.

Sejak SD hingga SMA aku sekolah di sekolah Katolik di Ambon. Meskipun demikian aku tetap menganut keyakinan keluargaku yakni Protestan. Pada 1969, aku memutuskan pindah dan tinggal bersama paman di Semarang untuk kuliah.

Pergaulanku dengan teman-teman di kampus dan di tempat kos lambat laun mengubah persepsiku tentang agama Kristen yang sebelumnya aku anut. Ada semacam kejanggalan yang aku rasakan dalam rutinitas beragamaku. Namun aku tidak bisa memahami secara pasti apa yang bergejolak di dalam hati ini.

Hatiku Berontak
Singkat cerita, setelah bekerja di Jakarta aku menikah dengan Lusia, gadis Katolik. Kami pun tinggal di Bekasi. Setelah memiliki beberapa anak dan mulai besar-besar aku pun turut memeluk Katolik. Sederhana saja sebenarnya, agar anakku tidak memprotesku terus, ”Mengapa yang lain Katolik, Papa kok Protestan?” Aku pun menjadi pengurus wilayah gereja Santa Ana sementara istriku pengurus wanita Katolik di Bintara Jaya, Bekasi, Jawa Barat.

Sejak saat itu akupun mulai resah dengan keyakinan trinitasku. Bagaimana rasionalitasnya Tuhan itu tiga dalam satu, satu dalam tiga? Setiap Romo -sebutan Pastur/pemuka agama Kristen Katolik- yang kutanya tidak satu pun yang dapat memberikan jawaban yang membuat batinku puas menerima.

Seumur hidupku baru sekali mengikuti ibadah pengakuan dosa kepada Romo. Itu pun terpaksa karena mengikuti Ekaristi (Misa Kudus, salah satu ritual dalam Katolik) pada tahun 1996.

Hati kecilku berontak. Mengapa aku harus mengaku dosa kepada sesama manusia? Toh Romo juga manusia biasa seperti aku, apalagi aku tahu kehidupan sehari-hari si Romo tersebut yang tidak luput dari salah dan dosa. Sehingga aku jadi semakin ragu dengan agama Kristen. Aku pun jadi ogah-ogahan ke gereja dan tidak lagi memakai tanda salib saat berdoa sebelum makan bersama istri dan anak-anak di rumah. Anak-anak mempertanyakan hal itu tetapi aku tidak menjawabnya secara gamblang.

Belajar Islam
Ketika ada konflik Islam-Kristen di Ambon pada 1998-1999, semangat kekristenanku bangkit kembali. Aku mulai tertarik mencari kelemahan Islam. Karena dari kelemahan itulah aku berniat untuk menyerang Islam.

Di rumah sepulang bekerja dan setiap ada kesempatan, aku mulai membeli buku-buku Islam untuk dicari-cari kelemahannya. Tapi mengapa yang dikafani, disunat itu malah orang Islam bukan orang Kristen. Di Alkitab disebutkan Tuhan Yesus mati dan dikafani pakai kain kafan. Terbukti dengan disimpannya kain kafan bekas wajah Yesus di gereja Turino, Italia. Di samping itu Tuhan Yesus pun disunat pada umur 8 hari.

Timbul pertanyaan dibenakku, lantas yang mana yang meneruskan ajaran Yesus itu? Orang Islam atau orang Kristen. Satu lagi yang mencengangkanku, ternyata Islam menjawab kegundahanku, yakni dalam terjemahan Alquran disebutkan Allah itu satu, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. ”Nah, ini baru benar!” ujarku dalam hati. Namun aku tetap beraktivitas layaknya orang Kristen yang terombang-ambing dalam kebimbangan.

Selang satu tahun kemudian, rupanya hidayah Allah mulai menghampiriku. Setiap kali pulang kerja dari kantor di Sunter Jakarta Utara menuju rumahku, aku terkesima mendengar alunan suara adzan Maghrib yang menggema di sepanjang jalan.

Awalnya hatiku terasa tenang dan teduh. Lambat laun, suara itu memberiku keindahan rasa yang tidak bisa aku gambarkan dengan kata-kata. Bahkan beberapa kali aku sempat menangis mendengar lantunan berbahasa Arab yang tidak aku pahami maknanya. Merasa ada yang kosong dalam jiwa. Tapi waktu itu, aku belum berani mengungkapkan pengalaman ruhani yang dasyat ini kepada siapapun.

Di hari libur kebiasaan ini pun berlanjut. Sempat ketika kami sekeluarga jalan-jalan, anak-anak marah kalau melihatku seperti itu ketika mendengar azan Maghrib. “Mengapa Papa begitu?” tanyanya. Kujawab, ”Ya tidak apa-apa toh!” Kemudian aku biasa lagi agar mereka tidak ribut.

Tidak puas dengan buku-buku, akupun mempelajari Islam lewat internet. Pada suatu pagi di awal 2004, seperti pagi-pagi sebelumnya aku berdoa kepada Yesus di salah satu sudut rumah. Namun kali ini kegelisahanku memuncak.

Tanpa sadar waktu itu aku menghadap ke arah kiblat. Selesai berdoa, suatu keajaiban terjadi. Aku melihat bangunan Ka'bah persis di hadapanku. Bangunan hitam persegi empat benar-benar nyata, seakan aku berada di Masjidil Haram. Aku betul-betul takjub. Aku merasa saat itu sedang bermimpi, tapi terasa nyata.

Peristiwa itu semakin memperbesar motivasiku untuk mendalami Islam. Aku mulai membicarakannya dengan beberapa teman dekat yang beragama Islam. Masih penasaran, aku pun ingin mengetahui Islam dari pemuka-pemuka Islam yang dulunya Kristen. Mengapa aku cari Ustadz yang mualaf? Karena aku yakin mereka akan lebih mengerti aku daripada ulama yang sejak lahir beragama Islam.

Teman Muslimku itu pun menganjurkan agar aku bertandang ke yayasan AMA, sebuah lembaga khusus menaungi para mualaf. Dari yayasan itu aku dipertemukan dengan Dr. Bambang Sukamto yang memperkenalkan aku dengan dua orang ustadz yaitu Ustadz Insan Mokoginta dari Depok dan Ustadz Wahid Laziman (William Brodus) dari Yogyakarta. Dari keduanya aku banyak berdiskusi dan belajar tentang Islam.

Diskusi ini lebih difokuskan pada bedah bible dan Alquran. Satu persatu keganjilan ajaran Kristen terungkap di hadapanku. Selain diskusi secara rutin, akupun banyak membaca buku-buku tentang islamologi dan kristologi. Dari situ aku mulai mengkritisi posisi Paulus pimpinan tertinggi umat Kristen Katolik.

Dalam Alkitab Perjanjian Baru yang berisi perkataan Yesus (yang dalam Islam disebut sebagai Nabi Isa Al Masih alahissalam) dan murid-muridnya, tidak ada satupun yang menyebutkan posisi Paulus. Paulus bukanlah siapa-siapa. Dia hanya belajar dari salah seorang sahabat Nabi Isa dan tidak pernah bertemu langsung dengannya. Akhirnya aku berkesimpulan bahwa ajaran Kristen yang sekarang adalah ajaran yang dibuat Paulus. Perayaan Natal 25 Desember misalnya, sebenarnya diadopsi dari perayaan Dewa Matahari. Bukan perayaan kelahiran Yesus.

Setelah meyakini kebohongan dalam Kristen, aku mulai memantapkan hati untuk menganut ajaran Islam. Aku mulai belajar shalat, bacaan Al Fatihah aku hafalkan ketika menyetir mobil, tulisan latin Al Fatihah itu aku sengaja taruh di ponsel agar keluarga dan teman-temanku tidak mencurigai kecenderungan hatiku untuk masuk Islam. Tapi saat itu, aku belum shalat karena belum masuk Islam.

Aku senang sekali kalau Maghrib sudah sampai di rumah dan sendirian di depan televisi. Suaranya kumatikan, agar tidak terdengar istri atau anakku. Sengaja aku lihat gerakan orang wudhu pada tayangan adzan maghrib di televisi. Karena aku mulai tertarik untuk belajar Islam. Belajar shalat dan wudhu.
Hingga akhirnya pada 16 Januari 2005, aku memutuskan untuk masuk Islam dengan mengucap dua kalimat syahadat disaksikan oleh Dr Bambang Sukamto dan rekan-rekan Yayasan AMA di Masjid Namirah, Tebet, Jakarta Selatan.[

Jumat, 19 November 2010

Cerita Umar Bin ABdul Aziz dan Penguburannya Hidup-hidup

Kejadian ini terjadi pada masa Al-Walid bin Abdul Malik, saat dihadirkan dimajelisnya seorang laki-laki dari khawarij yang diancam dengan hukuman mati. Al-Walid melihat kepadanya dan menanyainya dengan sekumpulan pertanyaan yang telah dia siapkan untuk membunuhnya, dan dia tidak mungkin selamat darinya.

“Apa yang kamu katakan tentang Abu Bakar?”

Dia menjawab: “Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam goa, orang kedua saat keduanya berada di dalam goa, mudah-mudahan Allah merahmatinya dan mengampuninya.”

Dia bertanya lagi: Apa yang kamu katakan tentang Umar? Dia menjawab, “Dia adalah al-faruq, mudah-mudahan Allah merahmati dan mengampuninya.”

Dia bertanya lagi: Apa yang kamu katakan tentang Utsman? Dia menjawab, “Beberapa tahun diawal pemerintahannya dia memerintah dengan adil.”

Kemudian datanglah pertanyaan yang mematikan: “Apa yang kamu katakan tentang Marwan bin al-Hakam (yakni kakek al-Walid)?” orang khawarij tersebut menjawab tanpa ragu-ragu, “Mudah-mudahan Allah melaknat orang tersebut”.

Al-Walid menahan amarahnya, kemudian menanyainya: “Apa yang kamu katakan tentang Abdul Malik (ayah al-Walid)?” Maka dia menjawab, “Dia adalah putranya, mudah-mudahan Allah melaknatnya.”

Kemudian dia lebih mendekat seraya bertanya: “Apa yang kamu katakan tentangku?” Dia menjawab tanpa ragu-ragu, “Dia adalah putra dari orang itu, dan engkau adalah orang ketiga yang terburuk.”

Di dalam majelis kala itu ada Umar bin Abdul Aziz, dan Khalid bin Rayyan (algojo al-Walid). Maka menolehlah al-Walid dan berkata kepada Umar bin Abdul Aziz: “Wahai Umar, sungguh engkau telah mendengar apa yang dikatakan oleh lelaki itu, maka apa yang kamu katakan?” Maka Umar bin Abdul Aziz menjawab dengan tenang, “Wahai Amirul Mukminin, tidak ada seorang pun yang lebih tahu tentang ini selain anda, anda adalah orang yang lebih faham tentangnya.”

Al-Walid pun semakin keras dalam bertanya: “Kamu harus mengucapkan dengan jelas apa pendapatmu?” yang dia inginkan adalah agar keputusan untuk membunuh lelaki tersebut dengan pendapat orang-orang di sekelilingnya.

Akan tetapi Umar merendahkannya dan berkata, “Jika engkau terus mendesak pendapatku, maka kukatakan, cacilah bapaknya sebagaimana dia telah mencaci bapak-bapakmu, dan jika engkau memaafkannya, maka itu lebih dekat kepada taqwa.”

Maka Al-Walid terpojok dan berkata, “Tidak ada lain kecuali ini…(maksudnya hukum bunuh).”

Maka Umar menariknya dan berkata dengan berani, “Tidak Wahai Amirul Mukminin ini adalah ini adalah sebuah kesewenangan, adapun yang hak, maka tidak ada lain kecuali ini…” Maksudnya bukan termasuk hakmu membunuh seseorang hanya karena sebuah kalimat yang dia ucapkan.

Kemudian al-Walid menoleh kepada Khalid bin ar-Rayyan, dan membuat tanda-tanda kemurkaan yang memancar dari wajah yang sedang marah. Maka tatkala al-Walid pergi, berkatalah Khalid bin ar-Rayyan kepada Umar, “Demi Allah dia telah melihat kepadaku dengan sebuah pandangan seakan-akan dia ingin membunuhmu.”

Maka Umar berkata, “Apakah engkau akan menjadi pembunuhku?” Dia menjawab, “Ya, tanpa ragu-ragu dan dengan perintah khalifah.” Maka Umar berkata, “Sebuah keburukan bagi kalian berdua, dan sebuah kebaikan bagiku.

Maka tatkala Umar pergi dalam keadaan selamat, dia tetap tinggal dirumahnya untuk beberapa hari, dia tidak masuk ke istana khalifah. adapun al-Walid, dia kembali ke istrinya, yaitu Ummul Banin binti Abdul Aziz, dan dia adalah saudari Umar.

Maka al-Walid berkata kepadanya, “Saudaramu itu adalah orang haruri (yang dia maksud adalah seorang khawarij, karena dia berbicara dengan adil dan menolong yang tertindas), demi Allah aku benar-benar akan membunuhnya.”

Beberapa hari setelah itu, datanglah utusan al-Walid kepada Umar untuk mengundangnya. Maka tatkala Umar masuk ke istana, para pengawal mengikuti di kanan kirinya.

Mereka berkata, “Dari sini khalifah ingin melihatmu.” Maka merekapun memasukkaknnya ke dalam sebuah ruangan, kemudian mereka menutup lorong pintu, lalu menyemen pintu dengan tanah, maka berubahlah penjara menjadi tempat pekuburan.

Dari sinilah, saudari Umar mulai mencari-carinya, maka tidak ada yang menunjukkan tempatnya kecuali maula-maula (mantan-mantan budak) yang sudah dikebiri yang bekerja ditengah kaum wanita.

Maka masuklak istri al-Walid kepada al-Walid, memelas kepadanya, meminta belas kasihan kepadanya, kemudian dia menjatuhkan wajah dihadapannya, menciumi kedua tangannya dan meminta belas kasihan untuk saudaranya. Maka al-Walid pun melihat kepadanya dengan kemurkaan, seyara berkata, “Pergilah kamu kepadanya, aku telah membebaskannya, mudah-mudahan dia masih hidup hingga bisa diberi rizqi.”

Maka tatkala mereka memasuki ruangan tersebut, dan membongkar tanahnya, maka Umar dalam keadaan pada nafas-nafas terakhir, melemas terkulai.

Kemudian berputarlah hari demi hari, binasalah al-Walid, kemudian saudaranya, Sulaiman, lalu kekhalifahan jatuh ke tangan Umar bin Abdul Aziz rahimahullah. Datanglah Khalid bin ar-Rayyan pada hari kekhilafahannya dengan memanggul pedang.

Maka berkatalah Umar kepadanya, “Wahai Khalid, pergilah dengan pedangmu ini (dia adalah seorang yang mudah menghunus pedang, sebagaiman telah kita ketahui tugasnya adalah memenggal leher-leher hanya karena sebuah kalimat), dan letakkanlah dirumahmu. Lalu duduklah kamu didalamnya, karena kami tidak butuh denganmu. Engkau adalah seorang laki-laki yang jika diperintahkan untuk sesuatu, engkau langsung melaksanakannya tanpa melihat kepada agamamu.”

Maka tatkala Khalid pergi, Umar melihat kepada tengkuk Khalid seraya berdoa, “Ya Allah, ya Rabbku, sungguh aku telah meletakkannya untuk-Mu, maka janganlah Engkau mengangkatnya untuk selamanya.” Maka tidaklah dia hidup selama satu jum’at kecuali dia terkena penyakit lumpuh, dia tidak bisa disembuhklan, kemudian mati.

Harry Potter Ternyata Orang YAhudi!


Sebuah pemakaman di Israel kedatangan rombongan penggemar Harry Potter, yang datang untuk menengok makam seorang yang juga bernama Harry Potter.

Prajurit Harry Potter dulunya seorang tentara Kerajaan Inggris yang tewas di sebuah pertempuran pada 1939. Saat itu ia berumur 18 tahun, tapi di makamnya ditulis 19 tahun, sebab ia mengaku lebih tua setahun saat mendaftar masuk ketentaraan.

Kata seorang pemandu wisata di kota Ramle, tak ada hubungan antara prajurit Harry Potter dengan tokoh karangan JK Rowling. “Tapi nama itu memang laku dijual,” ujarnya, seperti dilansir Yahoo! Movies UK & Ireland.

Ziarah para fans ke makam itu dimulai sejak lima tahun lalu, dan makam itu makin populer setelah dicantumkan di sebuah situs daring (online) pariwisata. “Kalau tak dibilang Harry Potter dimakamkan di sini, tak adalah yang bakal ke sini,” kata warga Tel Aviv, Josef Peretz.

Senin, 19 April 2010

MEMAHAMI DEMOKRASI..BUKAN MENIKMATI DEMOKRASI

Kalau ada bentrok antara Ustadz dengan pastor, pihak depag, polsek, dan Danramil maka yg harus disalahkan adalah Ustadz. Sebab kalau tidak, itu namanya dictator mayoritas. Kalau mayoritas kalah, itu memang sudah seharusnya, asalkan mayoritasnya Islam dan minoritasnya Kristen. Namun kalau mayoritasnya Kristen dan minoritasnya Islam, Islam yg harus ngalah, baru wajar namanya…..
“Agama” yg paling benar adalah demokrasi. Anti demokrasi sama dengan setan dan iblis. Cara mengukur siapa dan bagaimana yg pro dan kontra demokrasi ditentukan pasti bukan oleh orang Islam. Golongan Islam mendapat jatah menjadi pihak yg diplonco dan dites terus-menerus oleh subyektivisme kaum non-Islam…..
Orang-orang non-Muslim, terutama kristiani dunia, mendapatkan previlese dari Tuhan unt mempelajari Islam tidak dengan membaca Al-Quran dan menghayati Sunnah Rosul SAW., melainkan dengan menilai dari sudut pandang mereka.
Maka dari itu, kalau penghuni peradaban global dunia bersikap anti Islam tanpa melalui apresiasi terhadap al-Quran, saya juga akan siap menyatakan diri sebagai anti-demokrasi karena saya jembek dan muak terhadap kelakuan AS di berbagai belahan dunia…..
*********
Paragraph tersebut sengaja dinukil dari sebuah kolom kecil seorang budayawan terkenal di tanah air. Lewat sindirannya yg tajam, ia mengungkapkan kegeramannya terhadap praktik demokrasi yg sering bersikap tidak adil terhadap Islam dan kaum Muslim.
Disisi lain sering jg disaksikan ketidakadilan terhadap Islam dan kaum Muslim atas nama HAM yg tersermin dalam beberapa contoh kasus berikut:

Jika ada sekelompok umat Islam yg mengobrak-abrik tempat-tempat mesum, mereka akan dianggap bertindak semena-mena dan menlanggar HAM. Mereka layak dihukum. Sebaliknya, para pelacur dan lelaki hidung belang yg biasa mangkal di tempat-tempat maksiat itu tak tersentuh. Mereka dianggap tidak melanggar HAM, yg wanita dibiarkan karena dianggap sekedar sedang mencari penghidupan, mereka dipandang sedang bekerja, hanya saja mereka diberi status “pekerja” seks komersial. Yg laki-laki pun tidak diapa-apakan karena sekedar sedang mencari hiburan. Apalagi mereka telah membayar uang sekian kepada pengelola pelacuran, yg kebetulan dipajaki oleh PEMDA setempat.
Ketika umat Islam menghujat kelompok sesat seperti ahmadiyah atau al-qiyadah al-islamiyah, kaum liberal ribut sembari menuduh umat Islam tidak dewasa, tidak menghormati kebebasan dan melanggar HAM. Bahkan fatwa “sesat” MUI yg dinisbatkan kepada kelompok sesat itu mereka pandang sesat. Sebaliknya ketika ada sekelompok umat Islam menyuarakan aspirasinya tentang perlunya Indonesia menerapkan Syariah dan menegakkan Khilafah, atas nama kebebasan dan HAM pula kaum liberal mencap mereka sebagai musuh kebebasan, dan Syariah yg diusungnya berpotensi melanggar HAM dan mengancam keragaman......

Demikianlah atas nama HAM dan Demokrasi pelaku asusila dibela, sementara pelaku amar makruf nahi mungkar dicerca; para penoda kesucian agama Islam dibiarkan, sementara MUI yg berniat melindungi kehormatan Islam disalahkan atas nama HAM. Pelaku perselingkuhan (perzinaan) dipandang wajar, sementara pelaku poligami dianggap kurang ajar; para penolak pornografi-pornoaksi dicaci-maki, sementara pelakunya dipandang pekerja seni. Atas nama HAM pula, para pejuang Syariah dituduh memecah belah, sementara pengusung sekularisme dan liberalisme dianggap membawa berkah.
Itulah secuil gambaran tentang betapa bobroknya demokrasi dan HAM…. Disamping jelas-jelas bobrok, demokrasi dan HAM juga nyata-nyata tidak jelas juntrungannya. Dalam demokrasi, katanya rakyat yg berdaulat, tapi faktanya yg sangat adikuasa adalah para pemilik modal kuat.
Dalam tataran praktiknya, demokrasi juga menghasilkan sejumlah kerumitan. Sejak berdirinya pada tahun 1776, AS sebagai kampium demokrasi dunia, memerlukan waktu 11 tahun unt menyusun konstitusi, 89 th untuk menghapus perbudakan, 144 th unt memberikan hak pilih kepada kaum wanita, dan 188 th unt menyusun draf konstitusi yg “melindungi” seluruh warga Negara (Strobe Talbott, 1997). Bahkan setelah ratusan tahun hingga hari ini, demokrasi amerika belum jg “rela” memberikan kursi kepresidenan kpd seorang wanita. Padahal demokrasi katanya menjungjung tinggi kesetaraan dan memberikan hak politik yg sama kepada laki-laki maupun perempuan.

Anehnya, dg perjalanan masa lalu yg demikian kelabu dan bahkan kelam serta masa kini yg penuh ironi dan kontradiksi, amerika dg pongahnya memberikan kuliah tentang “demokrasi juga HAM” kepada Negara-negara berkembang yg mayoritasnya adalah negeri-negeri Islam. Yg Lebih aneh lagi adalah para pemuja Demokrasi dan HAM dari kalangan Muslim, yg tetap buta terhadap kebobrokan demokrasi serta menutup mata terhadap kebejatan Negara adikuasa AS sebagai pengusung utamanya.
Benarlah Sir Winston Churchill (PM Inggris pada masa PD-II) yg pernah mengatakan “demokrasi bukanlah system yg baik; dia menyimpan kesalahan dalam dirinya (built-in-error).”

Inikah demokrasi dan HAM yg dielu-elukan oleh sebagian kalangan, khusunya rezim yg saat ini lagi berkuasa…..?????
Sungguh ironi…

Minggu, 25 Oktober 2009

Kesombongan Hanya membawa Petaka.

manusia adlah makhluk Allah yang paling sempurna jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya. Bahkan Allah sendiri menyatakan demikian di dalam firman-Nya yang termaktub abadi dalam al-quran surah A-tin :4 yang artinya kurang lebih begini...
"Sungguh telah kami ciptakan manusia itu dalam sebaik-baik bentuk".

Namun terkadang kebanyakan manusia tidak mau mensyukuri nikmat Allah ini. Bahkan ada yang selalu meratapi nasib dan kehidupannya. Di sisi lain ada juga manusia yang kebablasan dalam melihat kesempurnaan yang diberikan Allah ini. Tidak sedikid manusia yang kemudian menjadi sombong, ujub, takabur dan merasa dirinyalah yang paling hebat.Akibatnya tidak jarang sebagian besar manusia itu merasa sulit menerima pendapat dari orang lain sekalipun pendapat itu adalah suatu kebenaran.Baginya dirinyalah yang paling benar.
Akibat sikap merasa lebih baik yang ada pada diri manusia ini, biasanya cenderung meremehkan orang lain. Apalagi jika ada orang yang mencoba menasehati yang dari segi usia lebih muda darinya, atau dari segi keilmuan lebih rendah taraf pendidikannya dari dia maka kebanyakan manusia itu menutup mata dan telinganya karena sifat sombong yang menguasai hatinya.
Padahal kesombongan hanya milik Allah semata. Kesombongan adalah sesuatu yang dilarang oleh hukum syara. Harusnya kita belajar banyak dari peristiwa yang menimpa orang-orang terdahulu yang menyombongkan dirinya, firaun misalnya karena kesombongan kemudian mengaku sebagai Tuhan akhirnya dibinasakan Allah. Iblis lanatullah yang pada awalnya merupakan seorang yang tinggi ilmu pengetahuannya serta ahli ibadah juga terusir dari surga karena kesombongannya tidak mau tunduk terhadap perintah Allah agar sujud kepada Adam AS.
Jadi, sudah selayaknya kita buang sifat sombong dari hati kita. Terlebih lagi bagi orang-orang yang paham akan Islam, para penuntut Ilmu, para pejuang syariah dan laskar-laskar islam.Sifat ini hanya akan menghancurkan dan membawa madharat bagi kita di dunia dan di akhirat.
Wallahu a'lam bisshowab

Selasa, 25 Agustus 2009

Standar perbuatan seorang muslim

sudah lumrah kita ketahui bahwasanya yang namanya perbuatan manusia itu ada yang dikategorikan perbuatan baik dan ada pula yang dikategorikan sebagai perbuatan buruk. Tapi tahukah anda, sebagai seorang muslim baik dan buruknya suatu perbuatan tidak boleh hanya berdasarkan persepsi akal manusia semata. Mengapa demikian? sebab yang namanya akal manusia bersifat terbatas dan memiliki persepsi yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Bisa saja suatu perbuatan dikatakan baik oleh manusia karena dia menyukai perbuatan itu atau karena ada maslahat yang ia dapatkan dari perbuatan itu atau sebaliknya bisa saja suatu perbuatan dikatakan buruk karena ia membenci perbuatan tersebut atau karena baginya ada madharat dari perbuatan itu.
Di dalam islam standar perbuatan itu adalah hukum syara(syariat Islam). Alasannya karena syariat Islam datang nya dari Zat yang maha tahu dan maha mengerti akan hal-hal yang baik dan buruk bagi hambaNya. Jadi sudah selayaknya bagi seorang yang mengaku dirinya adlah seorang muslim untuk menyelaraskan setiap amal perbuatannya dengan huku syara bukan yang lain. Dengan demikian berarti dia telah menjalankan tugasnya sebgai hamba Allah di Muka bumi ini.